123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
DIRGAHAYU INDONESIAKU :)
Tujuh puluh tahun paska kemerdekaan Indonesia, apa sebenarnya arti dari kemerdekaan itu? Merdeka adalah terbebas dari belenggu penjajah, bukan begitu? Merdeka identik dengan kebebasan, bukan begitu? Merdeka adalah luapan kebahagiaan atas sebuah perjuangan, dan rupa-rupa definisi kemerdekaan dari sudut pandang yang berbeda.
Lantas, dari lain sisi ada pula yang mempertanyakan kemurniannya, memilih mengamat, mengkritik, dan bahkan abai, tak peduli. Well, mungkin itu yang namanya hak asasi manusia.
Tentang Indonesia, apapun yang ada di dalamnya, kita menjadi bagian darinya. Meski tak kupungkiri kalau sering pula terlontar kritikan dari mulutku, mestinya begini, harusnya begitu, bla bla bla. Mengkritik bukan hal yang sulit, bukan? Yang sulit adalah bagaimana kita harus mengintrospeksi diri.
Sudahkah kita menjadi warga yang baik?
Saya pribadi: belum. KTP saja sampai sekarang belum ada. Padahal, sebelum masuk 17 tahun, saya menggebu sekali mau punya KTP, eh pas tahu sistemnya harus ke sini, ke sana, ini itu, saya jadi MALAS duluan. See, pemalas seperti saya, bisakah digolongkan dalam warga negara yang baik? Setelah KTP, masih banyak lagi yang mesti diurus, kartu SIM, misalnya. Kemudian, jika masih diberi umur panjang dan sudah punya kerja, mesti urus kartu NPWP, dan lain lain.
Berbicara tentang KTP dan kakak-kakaknya rasanya sudah terlalu jauh, ya? Kenapa tidak dimulai dari hal sederhana saja. Seperti membuang sampah pada tempatnya mungkin. Look at the river! Betapa banyak sesampahan yang mengapung. Tanpa bermaksud menggurui, mari bersama menjaga Indonesia kita, dari hal kecil saja dulu, membantu sampah-sampah pulang ke rumahnya. Ala bisa karena biasa, right? :)
Oh iya, persembahan dari Pemuda Maros Baik, pagi tadi sebelum Upacara Bendera ada pementasan Drama Kolosal bertajuk Perjuangan Di Butta Salewangan. Lengkapnya, sila dibaca. Sebab saya sendiri tak sempat menyaksikannya secara langsung. :')
Terakhir, satu dari banyak harapanku untuk negeri ini, semoga moral Bangsa Indonesia mengalami perbaikan. Sila dimaknai :)
Maros, 17 Agustus 2015

Semogaa!! Untuk Indonesia yg lebih baiikk. :)
BalasHapus