123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Tidak pernah kusangka kalau aku akan menulis grief journey lagi secepat ini. Perjalanan ditinggal mama belum sembuh, lalu aku harus mengalami kehilangan sekali lagi. Nenekku yang kusayang, yang membesarkanku sejak kecil, rumah tempat pulangku, sekali lagi harus kulepas dengan ikhlas. Parepare, 27 Juni 2025, di rumah sakit tempat lahirku, aku menangis ditinggal nenekku lebih dulu.
Tidak pernah ada yang bilang kalau fase berduka itu panjang dan melelahkan. Tidak pernah ada yang bilang bahwa pengalaman berduka itu tidak mengurangi sedikitpun sakit di fase berduka selanjutnya. Nyatanya, dari satu kehilangan ke kehilangan lainnya hanya akan menambah dalam lubang besar di hati. Satu-satunya obat yang bisa jadi penawar adalah kesadaran bahwa dunia memang tempat yang sementara. Sebesar apapun cinta yang kita miliki, sekuat apapun kita menggenggam, sebanyak apapun harta yang bisa dipertaruhkan, kalau Allah bilang waktunya pulang, maka terjadilah.
Tanpa pertolongan Allah, kita tidak bisa apa-apa. Tapi Allah, rasanya sakit sekali. Bahkan semakin berkali lipat setiap kali aku menyadari bahwa dua perempuan tempatku meminta didoakan kini tidak ada lagi. Dua perempuan tempatku merengek, yang bisa kupeluk sesuka hatiku, kini hanya bisa kupeluk lewat doa. Aku... rindu keduanya. Rindu menjahili dan membuat mereka tertawa. Aku rindu perhatian mereka.
Setiap kali aku sendiri, selalu teringat nenek mama dengan senyumnya yang malu-malu. Nenekku yang paling perhatian. Nenek yang mengikat rambutku sebelum berangkat sekolah, nenek yang memberiku uang tabungan setiap beliau pulang dari sawah. Nenekku yang ikut begadang tiap kali aku sakit. Nenek teman tidurku bertahun-tahun. Nenek yang setia menungguku di depan wc dan dengan sabarnya menceboki saat tangan kiriku sakit. Nenek yang tiap kali aku pulang selalu menyiapkan tempat tidurku, menggantungkan kelambu, memberiku sarung, dan tiap tengah malam selalu mengecek tidurku, membetulkan sarung yang tersingkap. Nenekku si paling dana daruratku, yang bahkan di akhir hidupnya masih memberiku uang saku. Aku rinduuuuu sekaliiiii. Yang tiap aku pulang, atau saat cuma bisa telponan selalu bilang, "purano manre?", "lao no manre nak", bahkan di rumah sakit saat hari-hari terakhirnya, masih sempat menyuruh tanteku pulang memasakkan makanan untukku.
Terima kasih yaa Allah untuk kasih sayang yang Engkau berikan lewat nenekku. Terima kasih untuk tiga pekan yang Engkau beri agar kami bisa merawat nenek mama, tiga pekan agar kami bisa berulang kali meminta maaf sama beliau. Alhamdulillah untuk tiga pekan yang semoga Engkau jadikan sebagai penghapus dosa-dosa nenekku. Aku bersaksi, nenekku orang yang baik, orang yang sabar, dan tidak pernah mengusik orang lain. Beliau adalah orang paling tulus yang pernah kulihat. Beliau susah payah 7x mengandung, berlelah-lelah melahirkan dan membesarkan empat anak yang lebih banyak dilaluinya seorang diri. Tolong hadiahkan surga tanpa hisab atas kesabarannya. Tolong ridhai nenekku dengan kasih sayangMu. Atas semua kelelahan yang dilaluinya di dunia ini, istirahatkanlah nenekku di alam barzakh dengan tenang dan nyaman. Bukakanlah pintu surga di dalam kuburnya, dan nampakkanlah surga itu padanya. Tolong yaa Rabb, bebaskan nenekku dari siksa dan fitnah kubur. Jauhkanlah dari lubang-lubang neraka. Jadikanlah tiap helai uban di kepalanya sebagai cahaya di dalam kuburnya. Tugasnya di dunia telah selesai, tapi semoga kami anak cucunya akan selalu menjadi penerus kebaikannya, menjadi amal jariyah untuknya.
Terima kasih yaa Allah telah menampakkan banyak tanda husnul khatimah pada nenekku. Semoga beliau benar Engkau wafatkan dalam keadaan husnul khatimah, di hari jumat 1 Muharram 1447H dan dalam keadaan sakit perut. Beliau pulang dalam keadaan yang insyaa Allah tidak memiliki hutang, bahkan hutang puasanya di bulan ramadhan pun telah beliau ganti. Beliau pergi dengan tenang, di luar kehendak dan kemampuan kami yang lemah ini. Terimalah iman islam dan ibadah nenek mamaku.
Aku rindu, aku sedih, tapi aku ikhlas yaa Rabb. Kami saling mencintai, saling menyayangi, tapi aku yakin Engkaulah yang paling cinta dan paling sayang kepada kami. Maka, apapun takdir yang Engkau tetapkan, aku yakin itu adalah bentuk cintaMu kepada kami. Tolong lapangkan hati-hati kami yang ditinggalkan. Tolong sembuhkan luka dan duka ini. Jangan biarkan kesedihan yang berkepanjangan membuat kami jauh dariMu. Tolong ganti kesedihan ini dengan caraMu yang indah. Tolong satukan kami kembali kelak di surgaMu. Semoga sampai salamku untuk mama yang kutitipkan pada nenek mamaku.
Allahummaghfirlaha warhamha wa'afiha wa'fuanha.
Maros, 09 Juli 2025

Komentar
Posting Komentar