Langsung ke konten utama

Catatan terakhir...

Bagaimana ini (2)

123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama.  Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya.  Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...

Perempuan di Depan Cermin

Selama ini hidupnya baik-baik saja
Ke sekolah setiap hari
Belajar walau tak giat
Kerja PR walau kadang kelabakan
Ikut kompetisi ini itu,
Kalau menang Alhamdulillah
Kalau kalah ya dinikmati

Selama ini hidupnya baik-baik saja
Menghabiskan kue-puding buatan mama
Meminta bapak mengantar ke mana-mana
Mengganggu adik sampai menangis
Atau sibuk mengagumi kakak-kakak seorganisasi

Selama ini hidupnya baik-baik saja
Menghabiskan lembar-lembar novel walau membacanya begitu lelet
Menulis puisi walau tak seindah para pujangga
Menyanyikan lagu kesukaan walau suaranya sumbang berisik
Tak lupa menonton drama walau hanya ada tiga judul yang diputar berulang

Selama ini hidupnya baik-baik saja
Pergi pagi-pulang siang,  kalau sore ditelepon berkali-kali,  malam apalagi
Menikmati liburan, yang selalu saja hanya di rumah
Jika waktu perpisahan sekolah tiba dan rekreasi sudah di depan mata, ia menyiapkan hati untuk dibawa ke rumah nenek
Mama bapaknya tidak akan mengizinkan si anak gadis pergi sendiri ke acara demikian
Katanya nanti akan ada waktunya

Selama ini hidupnya baik-baik saja
Melewati malam-malam panjang yang dirapal penuh doa juga mimpi
Ingin punya ini,  punya itu
Mau ke Mekkah, Madinah,  Palestina,  dan Belanda
Suka-sukanya
Ini hidupnya,  mimpinya, do'anya

Semuanya dilalui dengan baik-baik saja
Meski banyak keluhan juga lelah yang kerap terasa
Jangan ditanya tentang bosan, karena ia juga manusia biasa
Tentu saja pernah terbesit

Tapi ia baik-baik saja
Sampai kamu datang mengusik
Menyeludup di dalam pikiran seorang gadis tujuh belas tahun
Membuatnya jatuh sakit
Demam
Muntah-muntah
Merepotkan banyak orang
Oh, juga jatuh hati barangkali

Yang kutahu,
Air matanya jatuh berkali-kali di hadapan Rabbnya
Rasa bersalah juga kecewa bercampur aduk
Pun ketakutan-ketakutan yang bercokol di dalam dada

Dikiranya, jatuh hati adalah kesalahan

Dikiranya, jatuh hati adalah penghianatan atas dirinya sendiri yang sudah berjanji untuk fokus belajar

Mau bercerita tapi tentu saja sia-sia

Ingin merutuk tapi entah pada siapa

Sebab sungguh tak tahu malu jika ia menyalahkan keadaan yang mempertemukan

Terakhir kali,  kulihat ia meminta kekuatan pada Tuhannya
Memohon agar hatinya tak selembek agar-agar
Mengemis agar keimanannya senantiasa dikokohkan
Merayu agar ia dipertemukan dengan orang-orang baik, yang bisa selalu mengingatkan
Yang tak sungkan beramar ma'ruf nahi munkar
Kemudian dipeluknya dirinya sendiri
Sesekali menghela napas panjang
Ada kelegaan mengganti sesaknya
Lalu diusapnya air mata yang telah menganak sungai

Kejadian itu sekitar tiga atau empat tahun silam

Perempuan yang menangis di antara kebingungannya : hatinya jelas jatuh, tapi lisannya tegas menolak.

Lalu setelahnya ia kembali merapal doa tentang mimpi-mimpi
Menyibukkan diri di dalam dan di luar kampus
Juga bolak-balik rumah sakit ketika ibunya harus menjalani perawatan intensif

Kini perempuan itu berdiri di hadapanku
Pantulan wajahnya tersenyum penuh arti
Perempuan di depan cermin ini menatapku tanpa jeda
Tak ingin lagi jatuh
Tak ingin lagi menyakiti diri sendiri dengan rasa bersalah : takut dosa
Sekali lagi meminta pada Tuhannya,
Kekuatan hati seorang perempuan.

***

Maros,  07 Juli 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Page of 2025 : Refleksi 10Tahun Bersama Blog-ku Tercintaaaa!!!!!

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Annyeong ayyuhannas! Mari memulai postingan pertama di 2025 ini dengan menyebut nama Allah. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimusshalihat. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Masyaa Allah, Allahumma Bariik. Jujur saja agak speechless dengan judul di atas. Dengan izin Allah 10 tahun lebih dibersamai blog ini, huhuhu terharu :') Suka duka, marah-marah, teriakan gak jelas, puisi, cerpen yang agak alay, sumpah serapah, dan doa-doa pernah kuposting di sini.  Sekira tahun 2012 atau 2013, pertama kali kukenal platform ini: Blogger. Dikenalkan dan diajarkan oleh guru TIK-ku di SMP, Kak Abhe, beberapa kali buat blog, lalu lahirlah blog ini di 2014, terinspirasi dari kakak-kakak FLP CaMar yang waktu itu rata-rata ngepost tulisannya di blog. Lalu di tahun yang sama aku bergabung dengan komunitas blogger pelajar di Maros.  10 tahun bersama, kalau membesarkan anak harusnya sih sudah kelas 4 SD yah. 10 tahun bersama, kalau saja konsisten nge...

Aku layak, Aku berharga.

Aku pernah merasa sakit, lebih tepatnya merasa tersakiti. Aku pernah merasa ditinggalkan, padahal aku sendiri yang mundur dengan jelas. Aku pernah merasa tidak berharga. Pertanyaan-pertanyaan penuh duri berkelindan di kepalaku. Apakah aku setidakberharga itu untuk diperjuangkan? Apakah aku setidaklayak itu untuk mendapatkan cinta yang tulus? Kurangku apa? Salahku dimana? Aku sudah belajar dan mengupayakan banyak hal, termasuk hatiku, tapi apa yang aku dapatkan?  Kemudian aku berpikir, sebenarnya validasi dari siapa yang kutunggu? Aku cukup dan aku berharga.  Aku sangat berarti untuk keluargaku, sahabatku, dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Bagi diriku sendiri. Dan yang paling penting, aku sangaaaaat dicintai oleh Allah, pemilikku. Tempat pulangku. Amma, orang-orang yang dulu membuatmu menangis sesenggukan hanya tidak sanggup melihat cahayamu yang berkilau. Mereka menutup mata dan menghindar. Mereka menyerah dan memilih pergi tanpa menyelam lebih dulu mencari mutiara yan...

Dibuang Sayang~ Part 2

Musim Panen Sepanjang perjalanan diiringi padi yang menguning, tumpukan karung gabah, dan petakan terpal di depan rumah penduduk. Diawasi kanak-kanak dengan sebatang kayu di tangan. Tak lupa dikibarkan kantong plastik di bagian ujungnya, siap untuk mengusir burung yang hendak mematuk, namun lebih sering mengusir ayam yang berdatangan.  Nenekku, seorang petani yang menggarap sawah orang lain. Dan tentu saja masa kecilku juga pernah seperti itu. Dengan alibi menjaga gabah, padahal malah asik main sendiri di bawah pohon, meletakkan kayu pengusir ayam, dan baru beranjak ketika kulihat nenek atau mama keluar mengecek. Setelahnya, gabah-gabah yang dijemur itu akan diolah menjadi beras. Ini bagian yang paling kusukai. Karena di kampungku nyaris tak ada pabrik keliling, maka gabah sekarung dua karung akan dibawa ke pabrik gabah yang tempatnya di ujung kota. Kau harus mendengar suara mesinnya yang nyaring berisik. Melihat bangunannya yang gelap, luas, dan bertingkat papan. Menu...