123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
TELAH...
Telah aku dapati diriku sebagai pembaca setia tulisan-tulisan yang penuh ketidaksetiaan. Telah aku dapati diriku sebagai penikmat rasa tulisan-tulisan yang hambar.
Sebab itulah pikiranku tak lebih kusut dari benang-benang kehidupan, yang katanya sedikit-banyak atau banyak kali, kehilangan kejujuran.
posted on Jul 2 (hal 42)
Ada satu buku yang hingga hari ini belum mampu kutuntaskan. Sebuah buku bersampul biru, yang menatapnya saja mampu membuat hatiku menghangat sendu. Buku yang ingin kuucapkan terima kasih banyak kepada editornya karena telah berbaik hati merampungkan dan menyusun buku ini. Buku yang hampir setahun kunanti. Buku yang jemariku berhenti pada halaman ke tujuh puluh tujuh dan sulit rasanya membuka lebih jauh. Sebuah bab baru, January - May 2017.
Pada hari ini, aku terjebak dalam pikiranku yang tak lebih kusut dari bayang-bayang kenangan, meski sebelumnya aku telah berjanji untuk berdamai. Mungkin mudah saja menamatkannya, toh, ini hanya kumpulan tulisan tumblr yang dibukukan. Lagipula aku juga sudah membaca beberapa tulisan ini, sebelum tumblr tidak diizinkan lagi di Indonesia. Hari ini, ketika lagi-lagi kutatap buku biru itu di antara deretan buku-buku farmasiku, kuputuskan untuk mengkhatamkannya. Menuntaskan rindu, dan sedikit kesedihan yang tertinggal. Meski mungkin akan ada air mata dan sedikit sesak yang tersisa.
Ya, buku biru itu, berjudul Catatan Gadiis Langit.
Ya, buku biru itu, berjudul Catatan Gadiis Langit.
***
Landak Baru, 07 Desember 2018
Komentar
Posting Komentar