123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
![]() | |
| Tentang Kamu, by Tere Liye |
"Ini toh, dari awal kisah hidupnya sedih terus ki, Am"
Begitulah kira-kira yang dikatakan si Empunya buku, ketika kutanya perihal jalan cerita novel ini.
Awalnya dia cuma bilang, "Ada novel baruku. Dua. Novelnya Tere Liye. Mauko pinjam?" hoho, enak sekali punya teman kayak ini anak, dengan senang hati menawarkan. Mengingat kecepatan laju reaksi *eh salah* mengingat kecepatan membaca saya yang lambannya minta ampun, dan sudah lama juga tidak baca novel, maka perlu pertimbangan mendalam untuk menerima atau menolak tawaran baik hatinya itu. Singkat cerita, karena terlalu lama memutuskan, akhirnya novel yang lebih tipis sudah dipinjam sama Ayu. Jadilah saya yang meminjam novel setebal 524 halaman ini (dalam hati, mak, tebalnya ini novel, berapa hari baru bisa kuselesaikan)
Iin bahkan menyelesaikan buku ini dalam dua hati, eh dua hari maksudnya. Sedang diriku? Entah hari apa dan tanggal berapa buku ini berada di tanganku, yang jelas, malam ini, di sela diskusi teman kelompok mikrobiologi via udara, sengaja kusilentkan ponselku, mengabaikan mereka sejenak (maafkan diriku teman-teman, memasuki salah satu bagian menegangkan meka tadi).
Intinya, selalu ada yang bisa dipetik dari bahan bacaan. Termasuk novel Tentang Kamu ini. Bukan hanya satu dua, kalau kata Bu dosen, warna warna yang pekat dihasilkan dari banyak ikatan rangkap yang mampu mengikat radikal bebas dalam tubuh. Ya, warna-warna pekat kehidupan di dalamkisah ini mengajarkan banyak hal tentang sabar dan ketegaran. Di lembar pertama buku ini, Si Empunya buku bahkan menuliskan, "Sri Ningsih, berharap bisa setegar dirimu..."
"Dalam hidupnya, banyak orang yang bisa memberikan kesaksian betapa Sri Ningsih adalah wanita kuat, yang selalu bisa memeluk hal semenyakitkan apa pun, tapi dia bukan wanita super. Hatinya tidak terbuat dari baja, yang tidak bisa tergores. Dia tetaplah wanita biasa. Saat orang melihatnya begitu tegar menghadapi apapun, orang2 tdk tahu seberapa besar perjuangannya untuk membujuk dirinya sendiri sabar, membujuk dirinya untuk melepaskan, melupakan, dan semua hal yang ringan dikatakan, tapi berat dilakukan. Karena bila bicara tentang penerimaan yang tulus, hanya yang bersangkutanlah yang tahu seberapa ikhlas dia telah berdamai dengan sesuatu." [Hal 406]
Itu salah satu kutipan favoritku dari sekian banyak kata. Tetapi terlepas dari itu, adalah kata terima kasih karena telah dengan suka rela meminjamkan buku ini untukku. Terima kasih juga untuk seseorang yang telah memberikan buku ini untuk Iin (ada tulisan thanks a lot-nya di halaman belakang). Dan terima kasih juga untuk Om Tere Liye. Hari ini, bertambah satu tokoh setelah Engtay, Pukat, Kak Laisa, dan tokoh2 lain dari tulisannya yang selalu menggugah.
Mks, 210317

Komentar
Posting Komentar