Langsung ke konten utama

Catatan terakhir...

Bolehkan?

Kusebut kamu dalam doaku di hari Arafah, bolehkan? 

Kau Tahu, Kak?

Untuk Kakak, dengan kado yang serupa :)

Kau tahu, Kak, membaca kisahmu seakan menahan napas semenit, dipaksa berenang, lalu akhirnya tenggelam.

Kak, tadi kusempatkan bertandang ke rumahmu, tentu saja masih dalam mode silent reader. Ini kedatangan ke dua kalinya, setelah sebelumnya aku tersesat, karena kurang kerjaan.

Dua kisah layaknya dua sisi koin, takkan pernah bertemu walau sebenarnya menyatu. Iya, Kak. Ituloh, ada dua pigura baru yang terpajang sejak kunjungan  pertamaku.

Kau tahu, Kak, membaca kisahmu membuatku takut. Takut. Yang kau bilang itu, Kak, entah mengapa menjadi bayang yang menghantui pikiranku.

Aku, takut. Jika pada suatu masa nanti seperti itu pula. Tapi, Kak, aku terlalu pecundang untuk menyapamu, bercerita tentang ketakutan yang memeluk. Bahkan meninggalkan secuil jejakpun jemariku tak berani sama sekali.

Padahal, kau.... ah, sudahlah. Membuat pembelaan untuk diriku terhadapmu pun, aku tak berani. See, benar-benar pengecut bukan?

Oh ya, Kak, semoga ketika telah berhasil kukumpulkan puing-puing keberanian untuk menyapamu, kau mau menerimaku sebagai temanmu, atau setidaknya silent reader . :D

Salam kenal, Amma :)

Maros, 010715

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku layak, Aku berharga.

Aku pernah merasa sakit, lebih tepatnya merasa tersakiti. Aku pernah merasa ditinggalkan, padahal aku sendiri yang mundur dengan jelas. Aku pernah merasa tidak berharga. Pertanyaan-pertanyaan penuh duri berkelindan di kepalaku. Apakah aku setidakberharga itu untuk diperjuangkan? Apakah aku setidaklayak itu untuk mendapatkan cinta yang tulus? Kurangku apa? Salahku dimana? Aku sudah belajar dan mengupayakan banyak hal, termasuk hatiku, tapi apa yang aku dapatkan?  Kemudian aku berpikir, sebenarnya validasi dari siapa yang kutunggu? Aku cukup dan aku berharga.  Aku sangat berarti untuk keluargaku, sahabatku, dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Bagi diriku sendiri. Dan yang paling penting, aku sangaaaaat dicintai oleh Allah, pemilikku. Tempat pulangku. Amma, orang-orang yang dulu membuatmu menangis sesenggukan hanya tidak sanggup melihat cahayamu yang berkilau. Mereka menutup mata dan menghindar. Mereka menyerah dan memilih pergi tanpa menyelam lebih dulu mencari mutiara yan...

First Page of 2025 : Refleksi 10Tahun Bersama Blog-ku Tercintaaaa!!!!!

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Annyeong ayyuhannas! Mari memulai postingan pertama di 2025 ini dengan menyebut nama Allah. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimusshalihat. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Masyaa Allah, Allahumma Bariik. Jujur saja agak speechless dengan judul di atas. Dengan izin Allah 10 tahun lebih dibersamai blog ini, huhuhu terharu :') Suka duka, marah-marah, teriakan gak jelas, puisi, cerpen yang agak alay, sumpah serapah, dan doa-doa pernah kuposting di sini.  Sekira tahun 2012 atau 2013, pertama kali kukenal platform ini: Blogger. Dikenalkan dan diajarkan oleh guru TIK-ku di SMP, Kak Abhe, beberapa kali buat blog, lalu lahirlah blog ini di 2014, terinspirasi dari kakak-kakak FLP CaMar yang waktu itu rata-rata ngepost tulisannya di blog. Lalu di tahun yang sama aku bergabung dengan komunitas blogger pelajar di Maros.  10 tahun bersama, kalau membesarkan anak harusnya sih sudah kelas 4 SD yah. 10 tahun bersama, kalau saja konsisten nge...

Ternyata Aku Pernah Sekecewa Ini

Mama, kupikir aku sedang memulai buku baru dalam hidupku. Ternyata mungkin ini hanya bab baru yang ingin mengajarkanku untuk ikhlas, berserah, dan berpasrah sepenuhnya hanya pada Allah.  Mama, aku ingin bercerita panjang denganmu, ingin bertanya banyak hal tentang hatiku yang kini tak karuan. Mama, ada sesak dalam dadaku yang tak bisa kuungkapkan, tak kutemukan tempat senyaman dirimu untuk bercerita dengan jujur dan lepas. Belakangan, sesak ini makin menyiksa dan membuatku sering menangis saat sedang sendiri, sesaat sebelum tidur, saat mandi, saat makan, bahkan saat sedang berkendara. Aku harus bagaimana Ma? Sudah kubawa perasaan campur aduk ini dalam sujud dan tengadah tangan di malam hening. Setelah puas menangis, kurebahkan tubuhku di atas sajadah. Kuusap-usap lantai yang dingin itu. Duhai, Mamaku yang paling kusayang kini terbaring di bawah tanah, dan entah mengapa dalam posisi ini aku merasa amat dekat dengan Mama. Kadang aku jatuh tertidur, kadang pula tangisku semakin jadi, ...