123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Hai hai... Assalamu'alaikum. Sebagai pembuka, ada kekata yang terlebih dulu ingin kuutarakan.
"Aku rindu... ah, tidak. Bukan aku, tapi jemariku, hatiku juga -mungkin- mungkin juga... ugh! intinya aku rindu... menarikan jemari di atas keyboard laptopku. "
Keping kenangan dari SDN 24 Parepare :') Hancurnya tulisanku -_-
Perempuan-Perempuan Perkasa
*entah siapa nama penulisnya, tidak ada yang tercantum di secarik kertas itu*
Perempuan-perempuan pembaca di pagi buta
dari manakah mereka?
Ke stasiun kereta datang di bukit-bukit desa
Sebelum peluit kereta pagi terjaga
Sebelum hari bermula ke pesta kerja
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta,
dari manakah mereka?
Dari atas roda-roda baja mereka berkendang
Mereka berlomba dengan surya ke gerbang kota
Merebuk hidup di pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan ini, yang membawa bakul di pagi buta
siapakah mereka?
Mereka adalah ibu-ibu berhati baja
Perempuan-perempuan perkasa
Akar-akar melata dari tanah perbukitan turun ke kota mereka
Cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa.
Tertanggal, 12 Januari 2010
***
Masih tentang perempuan, tentang kekuatan dari dalam yang sejurus dengan dua wanita.
Pernahkah terbesit tentang wanita-wanita yang kokoh bahunya menopang
hidup. Tegar jiwanya menerjang liku jalan-jalan berbatu. Tentang bait
puisi yang kujumpai di bangku sekolah dasar. Puisi itu bertuan, hanya saja tak ada nama penulisnya di situ. Mungkin saya lupa atau bahkan abai kala itu.
Saya ingat itu pelajaran mengubah puisi menjadi prosa *yaiyalahkandisituadatulisannya* karena ini salah satu materi yang menurut saya sukar dan pada waktu itu sama sekali tidak menarik minatku, jadilah tulisan saya bak cakar meong begitu -___- *beladiri*. Tapi terlepas dari semua itu, yang paling tidak kumengerti adalah maknanya. Waktu itu, kelas 6 SD. Dan saya sama sekali tidak tertarik dengan puisi. Rangkaian kata rumit yang menyebalkan.
Tapi, ketika kutemukan kembali secarik kertas itu, ada yang sesuatu yang menggetarkan hati. Karena teka-teki yang dahulu kuanggap menyebalkan ternyata begitu besar maknanya. Tentang perempuan. Perjuangan. Pengorbanan.
Pernah dengar ungkapan bahwa di balik suksesnya seorang lelaki selalu ada wanita hebat di belakangnya? Dan saya menganggukkannya. Tapi bukankah laki-laki dan perempuan saling melengkapi?
Habis Gelap Terbitlah Terang. Bapak adalah orang pertama yang mengenalkanku pada semboyan itu, meski lagu Ibu Kita Kartini telah lebih dulu kudapatkan di sekolah. Karena semboyan itu pula saya mulai menyukai cerita-cerita pendek dan sejarah. Itu artinya, di balik hobbi membacaku, ada bapak yang memeloporinya. Seimbangkan.
Ah, makin jauh makin absurd saja tulisan ini. Padahalkan awalnya saya cuma ingin bilang Selamat Hari Kartini, untuk Mama, untuk Ibu Kartini, untuk Ibu-Ibu guruku, untuk diriku, dan untuk semua perempuan di Indonesia.
Karena kita adalah perempuan. Maka tegarlah, tersenyumlah. Sebab sejak dahulu, segala rintangan mampu kita lewati meski 'katanya' kita tercipta dari tulang rusuk lelaki.
Jikalau kita perempuan. Saling menguatkan, saling menggenggam. Maka tak menutup kemungkinan akan ada kekuatan yang menandingi hatinya dua wanita.
Karena kita perempuan :)
Maros, 21 April 2015.23:48 wita



Asyik eee (y) :)
BalasHapus