123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Melawan dingin yang menembus bulu lebatnya, Jiyeon menerjang dengan kecepatan maksimal. Sesekali melambat jika merasa bohlam peninggalan kerajaan yang dicurinya dari penjara bawah tanah istana hampir lepas dari gigitannya.
Kalau bukan karena Ratu Ellen, penguasa rimba Scridimere yang menculik Putri Albed, majikannya, ia takkan rela mengotori bulu halusnya yang terawat siang malam demi menerobos gelapnya hutan itu. Matanya nyalang menatap tikus-tikus yang berlarian, mencoba melawan rasa takut yang kian menggerogoti pikirannya. Apalah yang bisa diandalkan dari kucing betina peliharaan istana sepertinya. Ia terbiasa dimanja dan dibuai. Tanpa tugas, tanpa beban.
Semakin jauh, pepohonan ramai membisikkan puja terhadap Ratu Ellen. Semilir angin menyebar bebauan bangkai yang kian menyengat, burung gagak dan burung hantu silih berganti merapal mantra kematian. Jiyeon memejam mendengar aungan serigala dari balik bukit. Tetiba nyalinya menciut, ia hanya mengandalkan kemilau sayap peri-peri kecil yang beterbangan dari bohlam kerajaan. Peri-peri inilah yang menjadi sasaran utama Ratu Ellen untuk dicampurkan pada ramuan keabadian, agar seluruh jagat raya tunduk padanya.
Giginya bergemelutuk merasakan desir angin kejahatan. Lajunya mulai melambat, sedang rintik hujan beracun mulai turun. Kaki kecilnya lihai menghindari akar pohon yang menjerat. Gawat! Penghuni Scridimere telah menyadari kehadirannya, ia lengah dalam merapal mantra pengecoh.
Menambah kecapatan, Jiyeon melompat, menerjang mulut gua tempat Putri Albed ditawan. Gua itu dilapisi mantra untuk membutakan siapa saja yang menerobosnya. Seakan tersambar petir, Jiyeon merasakan seluruh persyarafannya menegang, bulunya seakan berguguran. Semua buram, beruntung ia masih menggigit bohlam yang akan menjadi sumber kekuatan Putri Albed.
“Jiyeon!!!” Putri Albed nyaring memanggilnya, menyadarkan Ratu Ellen akan kehadiran kucing itu. Jiyeon limbung dalam pelukan Putri Albed.
Tawa licik Ratu Ellen membahana di penjuru gua. “Akulah penguasa Scridimere… Semesta alam tunduk kepadaku… Kalian semua dalam kuasaku…”
Putri Albed bangkit, kuat menggenggam bohlam kerajaan. Seketika terdengar dentuman keras, kedua wanita itu saling beradu. Dan Jiyeon menutup mata.
***
Sebagai pembuka Januari, tidak ada salahnya diawali dengan tulisan yang diikutsertakan dalam Mini Giveaway nya Kak Reffi Dhinar. :)
Maros, 030115

Komentar
Posting Komentar