Langsung ke konten utama

Catatan terakhir...

Bolehkan?

Kusebut kamu dalam doaku di hari Arafah, bolehkan? 

Masih dengan judul yang sama : Efek Umur Tanggung

Saya baru sadar, kalau di Juli yang terlupakan, jemariku pernah menulis ini. :)

 ***

9 Juli 2014, semoga hari yang baik, berberkah, tiada dusta untuk seterusnya.


Umur tanggung remaja... 16, ah, kenapa bukan 17 saja? kan kalau sudah 17 tahun sudah bisa nyoblos. Atau kalau tidak, tunggu sampai umur saya cukup, kek.

Ini hanya sekadar kicauan yang bagi orang banyak tak berarti, hanya angin lewat.

Pemilihan Presiden dari 5 tahun ke 5 tahun berikutnya tak dapat dipungkiri selalu menuai kontroversi. Saling menghina dan menjatuhkan pun tak terelakkan. Menabur janji, menanam visi-misi tak kalah jua. Entah akan tumbuh sebagai apa nantinya. Entah apa buah yang akan menjadi santapan rakyat kelak. Saya tak menuduh adanya kemungkinan kebohongan dalam hal ini. Hanya saja, dari beberapa kejadian yang telah lalu, dari berita-berita di tivi, kok saya jadi sangsi sendiri, ya? Saya takut akan kemungkinan semakin terpuruknya Bangsa Indonesia tercinta kita kelak. Sebab yang menjadi harap anak bangsa sekarang adalah adanya pemimpin yang mampu memberikan kami perlindugan, membimbing dan menuntun negara ini agar lebih maju. Dalam hal ini, kejujuran dan rasa bertanggung jawab sangat dibutuhkan, dan dilengkapi dengan adanya tindakan nyata. Kami butuh bukti, bukan janji.

 9 Juli nanti, tolong, siapapun yang terpilih menjadi pemimpin negeri ini selama 5 tahun ke depan, Nomor 1 ataupun Nomor 2 , Pak Prabowo-Hatta ataupun Pak Jokowi-JK, saya secara pribadi sangat berharap, ke dua belah pihak bisa menerima dengan lapang dada, terlebih pendukungnya,  apapun keputusannya. Bagaimanapun hasilnya. Jangan ada keanarkisan dan keonaran yang terjadi. Negeri kita ini sudah cukup tersiksa, tersayat, terpuruk, bahkan tanpa bentuk protes dan demo yang berlebihan, apalagi sampai menyerupai perang saudara.

Banyak cara yang bisa kita lakukan dalam menyikapi tidak terpilihnya pilihan kita menjadi Presiden dan Wakilnya. Kita bisa saling mendukung, saling membantu, bahu-membahu membangun Indonesia kita. Melawan para musuh dalam selimut, para koruptor yang diam-diam menjajah negeri kita. Menyejahterakan dan megimbangi kesenjangan sosial, Meningkatkan mutu pendidikan, dan beribu tindakan yang lebih bermanfaat dan jauh lebih bermakna dibandingkan dengan saling hina dan menjatuhkan, tawuran karena tidak terima, provokator, bawa golok, senjata tajam, bahkan sampai terjadinya pembunuhan sesama masyarakat, perang saudara. Astagfirullah, Naudzubillah dzumma Naudzubillah. Jangan sampai itu terjadi.


Bukankah kita sama-sama mendambakan kedamaian? Maka dari itu, tunjukkan kalau Indonesia itu cinta damai. Saling menyayangi satu sama lain. Serupa semboyan sang garuda.  Bhineka Tunggal Ika.


Dan untuk yang terpilih kelak, yang dipercayakan oleh rakyat untuk memegang kemudi Pemerintahan, tetaplah ingat pada janji-janjimu, Pak. Bapak mengemban amanah dan harapan masyarakat. Maka dari itu, apapun kebijakan dan keputusan kalian kelak, semoga itu semata untuk membawa negeri kita lebih maju. 

Salam bangga kepada kalian,
Amma :)

***

Dan ternyata, Juli memang terabai.

#latepost: sebelum 09 Juli
Jum'at, 10102014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku layak, Aku berharga.

Aku pernah merasa sakit, lebih tepatnya merasa tersakiti. Aku pernah merasa ditinggalkan, padahal aku sendiri yang mundur dengan jelas. Aku pernah merasa tidak berharga. Pertanyaan-pertanyaan penuh duri berkelindan di kepalaku. Apakah aku setidakberharga itu untuk diperjuangkan? Apakah aku setidaklayak itu untuk mendapatkan cinta yang tulus? Kurangku apa? Salahku dimana? Aku sudah belajar dan mengupayakan banyak hal, termasuk hatiku, tapi apa yang aku dapatkan?  Kemudian aku berpikir, sebenarnya validasi dari siapa yang kutunggu? Aku cukup dan aku berharga.  Aku sangat berarti untuk keluargaku, sahabatku, dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Bagi diriku sendiri. Dan yang paling penting, aku sangaaaaat dicintai oleh Allah, pemilikku. Tempat pulangku. Amma, orang-orang yang dulu membuatmu menangis sesenggukan hanya tidak sanggup melihat cahayamu yang berkilau. Mereka menutup mata dan menghindar. Mereka menyerah dan memilih pergi tanpa menyelam lebih dulu mencari mutiara yan...

First Page of 2025 : Refleksi 10Tahun Bersama Blog-ku Tercintaaaa!!!!!

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Annyeong ayyuhannas! Mari memulai postingan pertama di 2025 ini dengan menyebut nama Allah. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimusshalihat. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Masyaa Allah, Allahumma Bariik. Jujur saja agak speechless dengan judul di atas. Dengan izin Allah 10 tahun lebih dibersamai blog ini, huhuhu terharu :') Suka duka, marah-marah, teriakan gak jelas, puisi, cerpen yang agak alay, sumpah serapah, dan doa-doa pernah kuposting di sini.  Sekira tahun 2012 atau 2013, pertama kali kukenal platform ini: Blogger. Dikenalkan dan diajarkan oleh guru TIK-ku di SMP, Kak Abhe, beberapa kali buat blog, lalu lahirlah blog ini di 2014, terinspirasi dari kakak-kakak FLP CaMar yang waktu itu rata-rata ngepost tulisannya di blog. Lalu di tahun yang sama aku bergabung dengan komunitas blogger pelajar di Maros.  10 tahun bersama, kalau membesarkan anak harusnya sih sudah kelas 4 SD yah. 10 tahun bersama, kalau saja konsisten nge...

Ternyata Aku Pernah Sekecewa Ini

Mama, kupikir aku sedang memulai buku baru dalam hidupku. Ternyata mungkin ini hanya bab baru yang ingin mengajarkanku untuk ikhlas, berserah, dan berpasrah sepenuhnya hanya pada Allah.  Mama, aku ingin bercerita panjang denganmu, ingin bertanya banyak hal tentang hatiku yang kini tak karuan. Mama, ada sesak dalam dadaku yang tak bisa kuungkapkan, tak kutemukan tempat senyaman dirimu untuk bercerita dengan jujur dan lepas. Belakangan, sesak ini makin menyiksa dan membuatku sering menangis saat sedang sendiri, sesaat sebelum tidur, saat mandi, saat makan, bahkan saat sedang berkendara. Aku harus bagaimana Ma? Sudah kubawa perasaan campur aduk ini dalam sujud dan tengadah tangan di malam hening. Setelah puas menangis, kurebahkan tubuhku di atas sajadah. Kuusap-usap lantai yang dingin itu. Duhai, Mamaku yang paling kusayang kini terbaring di bawah tanah, dan entah mengapa dalam posisi ini aku merasa amat dekat dengan Mama. Kadang aku jatuh tertidur, kadang pula tangisku semakin jadi, ...