Langsung ke konten utama

Catatan terakhir...

Bolehkan?

Kusebut kamu dalam doaku di hari Arafah, bolehkan? 

16th Wish (^^)

"Sejauh kaki berpijak, hitam putih tetap mengikut"

 Yaa Allah... terima kasih atas segala Berkah yang Kau limpahkan kepada hamba. Terima Kasih atas segala Rahmat yang Kau Ridhoi kepada hamba. Kepada hamba yang kerap melupakan-Mu, yang tak luput dari kehilafan, bahkan tindak-tanduk  yang jelas telah kuketahui segala imbalannya. Sebarapa besar dosanya. 


Setiap ukiran yang tercipta dari bingkai kehidupanku, selalu saja rupa-rupa menghias, menghampiri. Aku selalu menuangkan harapan dalam kalbu, mendesain mimpi seelok mungkin, Mencoba menatap lurus ke depan, meski pada akhirnya kan menyerah jua. Menengok ke belakang dan terjerembab dalam keterpurukan. Aku selalu benci saat-saat bermimpi terlalu tinggi, tapi nyatanya tak dapat kuwujudkan, terlalu pecundang untuk melisankannya. Terkadang aku bahkan berfikir, jika aku terlalu over dalam bermimpi, hingga tak satupun yang dapat kuraba.  Saat egoisme meraja dan keraguan mendera, dilema dalam carut marut pikiran, hati yang tak jua bertemu jalan yang tepat. Tersesat.

Tapi aku bersyukur, masih tersisa sisi lain dari hati ini yang terus berseru, berteriak memaki, Jangan Menyerah! Kau tahu, kau terlalu melankolis jika seperti itu, hingga mimpi-mimpi itu terkubur, dalam keraguanmu, dalam keluhan-keluhan tak pentingmu!!! 

Tuh, kan. Sudah saya bilang, terlalu banyak hal yang melintang, bak benang kusut di ujung tanduk. Hingga sedikit saja salah dalam bertindak akan berakibat fatal. Aku terlalu sering berangan, bercita, tapi terlalu takut mengambil langkah, terlalu kaku, bahkan hanya untuk membuka lembar kehidupan yang baru. Terlalu takut pada kemungkinan-kemungkinan yang tak pernah kucantumkan dalam bingkai mimpiku. Masih belum bisa mencerna hukum 'sebab-akibat'. 
Maka di pijakan enam belas tahun ini, jauh di lubuk hati, masih tersimpan keyakinan, keinginan untuk memulai yang lebih baik dan yang terbaik. Segala keraguan itu ingin kubakar, kuenyahkan hingga menjadi abu tak berarti. Membiarkan puing-puing semangat bersatu, serupa keyakinan untuk melenyapkan segala keraguan, ketakutan. 


Di penghujung catatan ini, aku ingin mengutarakan serpihan do'a di setiap sholatku. Secuil keinginan di Ramadhan Mubarok ini. Hanya serpihan.  Harapan-harapan yang bertumpu pada keyakinan, bahwa Allah itu Ada, Ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Allah di atas segala-gala yang menjadi atasan. Keinginan agar di setiap langkahku di beri keberkahan oleh-Nya. Do'a agar nenek diberi kesembuhan. Ketabahan dan kekuatan menghadapi gastritis yang mendera. Meski tiga-belas Juli tahun ini kuhabiskan di ruang pengap sempit rumah sakit. Tak apa, bahkan itu tak sepadan atas apa yang telah nenek lakukan untukku. Atas segala kebaikan yang beliau lakukan, dan tak mungkin dapat kubalas. Nenek, yang kuat ya... Cepat sembuh... Masa kukalah ki minum obat.... :') 

Pula pada keperihan hati yang mendesis melihat saudara-saudaraku merana tersiksa, oleh kebiadaban manuasia-manusia di atas syaitan, manusia-manusia tak berjiwa, tak berhati. Do'a agar adik, kakak, di Palestina sana diberi kekuatan, ketabahan menghadapi segala cobaan yang menghujam. Do'a kala hati bak teriris melihat adik-adik tak bersalah, lenyap nyawanya karena ledakan bom, serangan Israel laknatullah. Do'a agar mereka-mereka yang berjihad mempertahankan Islam diberi tempat terindah di sisi-Nya, sebagaimana indahnya perjuangan, perjalanan kehidupan yang mereka tempu, walau perih, kerap menghadang. Bahkan sering.


Aamiin...


*latepost, 16072014*  

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku layak, Aku berharga.

Aku pernah merasa sakit, lebih tepatnya merasa tersakiti. Aku pernah merasa ditinggalkan, padahal aku sendiri yang mundur dengan jelas. Aku pernah merasa tidak berharga. Pertanyaan-pertanyaan penuh duri berkelindan di kepalaku. Apakah aku setidakberharga itu untuk diperjuangkan? Apakah aku setidaklayak itu untuk mendapatkan cinta yang tulus? Kurangku apa? Salahku dimana? Aku sudah belajar dan mengupayakan banyak hal, termasuk hatiku, tapi apa yang aku dapatkan?  Kemudian aku berpikir, sebenarnya validasi dari siapa yang kutunggu? Aku cukup dan aku berharga.  Aku sangat berarti untuk keluargaku, sahabatku, dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Bagi diriku sendiri. Dan yang paling penting, aku sangaaaaat dicintai oleh Allah, pemilikku. Tempat pulangku. Amma, orang-orang yang dulu membuatmu menangis sesenggukan hanya tidak sanggup melihat cahayamu yang berkilau. Mereka menutup mata dan menghindar. Mereka menyerah dan memilih pergi tanpa menyelam lebih dulu mencari mutiara yan...

First Page of 2025 : Refleksi 10Tahun Bersama Blog-ku Tercintaaaa!!!!!

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Annyeong ayyuhannas! Mari memulai postingan pertama di 2025 ini dengan menyebut nama Allah. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimusshalihat. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Masyaa Allah, Allahumma Bariik. Jujur saja agak speechless dengan judul di atas. Dengan izin Allah 10 tahun lebih dibersamai blog ini, huhuhu terharu :') Suka duka, marah-marah, teriakan gak jelas, puisi, cerpen yang agak alay, sumpah serapah, dan doa-doa pernah kuposting di sini.  Sekira tahun 2012 atau 2013, pertama kali kukenal platform ini: Blogger. Dikenalkan dan diajarkan oleh guru TIK-ku di SMP, Kak Abhe, beberapa kali buat blog, lalu lahirlah blog ini di 2014, terinspirasi dari kakak-kakak FLP CaMar yang waktu itu rata-rata ngepost tulisannya di blog. Lalu di tahun yang sama aku bergabung dengan komunitas blogger pelajar di Maros.  10 tahun bersama, kalau membesarkan anak harusnya sih sudah kelas 4 SD yah. 10 tahun bersama, kalau saja konsisten nge...

Ternyata Aku Pernah Sekecewa Ini

Mama, kupikir aku sedang memulai buku baru dalam hidupku. Ternyata mungkin ini hanya bab baru yang ingin mengajarkanku untuk ikhlas, berserah, dan berpasrah sepenuhnya hanya pada Allah.  Mama, aku ingin bercerita panjang denganmu, ingin bertanya banyak hal tentang hatiku yang kini tak karuan. Mama, ada sesak dalam dadaku yang tak bisa kuungkapkan, tak kutemukan tempat senyaman dirimu untuk bercerita dengan jujur dan lepas. Belakangan, sesak ini makin menyiksa dan membuatku sering menangis saat sedang sendiri, sesaat sebelum tidur, saat mandi, saat makan, bahkan saat sedang berkendara. Aku harus bagaimana Ma? Sudah kubawa perasaan campur aduk ini dalam sujud dan tengadah tangan di malam hening. Setelah puas menangis, kurebahkan tubuhku di atas sajadah. Kuusap-usap lantai yang dingin itu. Duhai, Mamaku yang paling kusayang kini terbaring di bawah tanah, dan entah mengapa dalam posisi ini aku merasa amat dekat dengan Mama. Kadang aku jatuh tertidur, kadang pula tangisku semakin jadi, ...