Langsung ke konten utama

Catatan terakhir...

Bagaimana ini (2)

123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama.  Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya.  Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...

Semoga Bukan yang Terakhir Kali


"Perpisahan adalah Awal Pertemuan yang Lebih Baik"




April 2012 kemarin, sebuah pertemuan dalam peluk Forum Lingkar Pena , bersama teman-teman yang lain, kami diberi kesempatan tuk bersua dengan para pejuang pena, pengukir kata beribu makna. Kakak-Kakak FLP Maros. 


And The Story Begin....


Semua berawal dari hari Jum'at itu, *lupa tanggal*. Setelah paparan materi, seseorang yang seingat saya juga sebagai pembawa acara hari itu, membacakan sebuah cerpen. Bukan karyanya memang, tapi cukup membuat saya terkesima. Kak Iis, waktu itu membacakan salah satu cerpen, entah antologi apa dan siapa penulisnya. Yang jelas terekam adalah, Kak Iis yang membacanya.

Menarik, sangat. Alur cerita dan pembacaannya. Dalam hati saya berdecak kagum, mengukir kata 'hebat' dalam benak, Diam-diam juga ingin seperti dia -- Kak Iis. Selalu ada yang istimewa dari yang pertama. Maka jangan salahkan ingatan ini yang tak luput mengabaikannya, tak kuasa menghapus dari ingatan momen itu. 

Kukira, kala itu adalah pertama dan terakhir bertemu. Namun kenyataan berkata lain. Allah masih memperkenankan kita bertemu, dalam sekmen-sekmen FLP Camar. Kak Iis terus mengompori kami agar berkarya. Giat menoreksi karya-karya awam dari sekumpulan anak SMP yang masih labil itu.
Membaca karya Kak Iis sama saja dengan terbang tinggi lalu jatuh dalam waktu sama. Berangan bisa sepertinya, berkarya imajinatif, namun nyali itu menciut kembali.

Entah berapa lembar waktu yang kita lalui, dan aku lewatkan dalam kebersamaan FLP Camar. Tidak banyak memang, tapi sungguh, itu berkesan. Tak dapat kurinci, namun kepingannya masih tersimpan elok. Al-Markaz, PTB, dan.... entahlah, dua tempat itu menjadi saksi kebersamaan The Camars.
Oh iya, Kak Is, kenyataan 'Orang Enrekang' di seminar kemarin itu entah kenapa seakan menantangku untuk mencampur kata dalam tulisan tentang Enrekang. Hal itu ingin kusampaikan, kemarin. Tapi kebersamaan, canda tawa, dan kehangatan bersama The Camars kemarin membuatku lupa mengutarakannya. Hehehe....

Hingga waktu kembali menggertak. Kenyataan menghempas mimpi. Bahwa kebersamaan itu hanya sementara. Dua hari lampau, kuharap itu bukan penutup perjumpaan kita. Bukan akhir bersuanya kita dalam pembukaan Sekmen berkesan itu. 

Perpisahan adalah awal pertemuan yang lebih baik. Untaian itu kubenarkan dalam hati, namun raga ini seakan menolak. Membuat perangai labil itu kembali berkuasa.Sebab inilah yang kutakutkan, perpisahan di balik pertemuan yang indah. Sebab kenangan selalu menghias mimpi. Kata Kak Iis, tidak akan kembali ke Maros kecuali ada hal urgent. Itu berarti ruang dan waktu berkuasa memisahkan kita. Saya. Kak Iis. Dan The Camars. 

Maka sesi poto-poto kemarin, kuharap bukan yang terakhir. Menaruh harap agar Allah berkenan mempertemukan kita dalam keadaan yang indah. Lebih indah. Jauh lebih indah. Semoga... Aamiin, Allahumma aamiin.




Dalam atmosfer kaku, saya mungkin akan menyapa dengan lisan, Kak Aisyah. Tapi, keadaan melunakkannya seiring berputarnya waktu. Maka seiring berputarnya waktu pula, saya berharap tidak ada kekakuan yang meraja di antara kita. Saya. Kak Iis. Dan The Camars. Karena itu, tak bermaksud melahirkan kekakuan, apalagi mengabadikannya, izinkan saya untuk bilang,


"Daadaaa babay, Kak Aisyah. Semoga kenangan bersama dengan senang hati Kak Aisyah kenang, sebagaimana saya. Dan jangan lupa, -ingatkan saya- untuk menagih janji Kak Aisyah, menuntun saya dalam berkarya."



Salam hangat, kangen, bakal rindu, dan kawang-kawang na,

Amma


Komentar

  1. aaaaaaaamiiiinnnnn... :') akhirnya bisa meka komennnn di blogmuhhhh huhuuhu kusukanya yeyeye lalala

    BalasHapus
  2. Hehe... syukurlah k' :D kmrin2 entah knpa nda bisa. Sdah ku kacca2 pengaturannya tempo hari.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Page of 2025 : Refleksi 10Tahun Bersama Blog-ku Tercintaaaa!!!!!

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Annyeong ayyuhannas! Mari memulai postingan pertama di 2025 ini dengan menyebut nama Allah. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimusshalihat. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Masyaa Allah, Allahumma Bariik. Jujur saja agak speechless dengan judul di atas. Dengan izin Allah 10 tahun lebih dibersamai blog ini, huhuhu terharu :') Suka duka, marah-marah, teriakan gak jelas, puisi, cerpen yang agak alay, sumpah serapah, dan doa-doa pernah kuposting di sini.  Sekira tahun 2012 atau 2013, pertama kali kukenal platform ini: Blogger. Dikenalkan dan diajarkan oleh guru TIK-ku di SMP, Kak Abhe, beberapa kali buat blog, lalu lahirlah blog ini di 2014, terinspirasi dari kakak-kakak FLP CaMar yang waktu itu rata-rata ngepost tulisannya di blog. Lalu di tahun yang sama aku bergabung dengan komunitas blogger pelajar di Maros.  10 tahun bersama, kalau membesarkan anak harusnya sih sudah kelas 4 SD yah. 10 tahun bersama, kalau saja konsisten nge...

Aku layak, Aku berharga.

Aku pernah merasa sakit, lebih tepatnya merasa tersakiti. Aku pernah merasa ditinggalkan, padahal aku sendiri yang mundur dengan jelas. Aku pernah merasa tidak berharga. Pertanyaan-pertanyaan penuh duri berkelindan di kepalaku. Apakah aku setidakberharga itu untuk diperjuangkan? Apakah aku setidaklayak itu untuk mendapatkan cinta yang tulus? Kurangku apa? Salahku dimana? Aku sudah belajar dan mengupayakan banyak hal, termasuk hatiku, tapi apa yang aku dapatkan?  Kemudian aku berpikir, sebenarnya validasi dari siapa yang kutunggu? Aku cukup dan aku berharga.  Aku sangat berarti untuk keluargaku, sahabatku, dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Bagi diriku sendiri. Dan yang paling penting, aku sangaaaaat dicintai oleh Allah, pemilikku. Tempat pulangku. Amma, orang-orang yang dulu membuatmu menangis sesenggukan hanya tidak sanggup melihat cahayamu yang berkilau. Mereka menutup mata dan menghindar. Mereka menyerah dan memilih pergi tanpa menyelam lebih dulu mencari mutiara yan...

Dibuang Sayang~ Part 2

Musim Panen Sepanjang perjalanan diiringi padi yang menguning, tumpukan karung gabah, dan petakan terpal di depan rumah penduduk. Diawasi kanak-kanak dengan sebatang kayu di tangan. Tak lupa dikibarkan kantong plastik di bagian ujungnya, siap untuk mengusir burung yang hendak mematuk, namun lebih sering mengusir ayam yang berdatangan.  Nenekku, seorang petani yang menggarap sawah orang lain. Dan tentu saja masa kecilku juga pernah seperti itu. Dengan alibi menjaga gabah, padahal malah asik main sendiri di bawah pohon, meletakkan kayu pengusir ayam, dan baru beranjak ketika kulihat nenek atau mama keluar mengecek. Setelahnya, gabah-gabah yang dijemur itu akan diolah menjadi beras. Ini bagian yang paling kusukai. Karena di kampungku nyaris tak ada pabrik keliling, maka gabah sekarung dua karung akan dibawa ke pabrik gabah yang tempatnya di ujung kota. Kau harus mendengar suara mesinnya yang nyaring berisik. Melihat bangunannya yang gelap, luas, dan bertingkat papan. Menu...