Langsung ke konten utama

Catatan terakhir...

Bagaimana ini (2)

123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama.  Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya.  Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...

Tujuh (belas)

Tujuh belas agustus, tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka, nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
MERDEKA
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia, tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia, tetap sedia
Membela negara kita
 
***

Aku suka angka satu dan tujuh. Jika digabungkan, menjadi tujuh belas. Aku suka angka tujuh belas. Salah satunya karena Indonesia merdeka di tanggal tujuh belas. Masih tentang tujuh belas, Alhamdulillah sudah sebulan ini kujalani hari dalam petik tujuh belas. 

Sebulan bersama tujuh belas adalah pembelajaran, untuk esok dan angka-angka setelahnya.

Siapkanlah dirimu untuk waktu-waktu sulit yang menghentak... 

Kupikir, angka sebelum tujuh belas adalah bekal untuk bersua dengan usia tujuh belas. Nyatanya, banyak hal yang tak kutemui sebelumnya, lalu tetiba menghentakku. Ternyata, tujuh belas tak semanis yang orang-orang perbincangkan, meski tak sepahit yang mungkin dipikirkan banyak orang. Sama sekali tidak menyangka bahwa akan ada banyak ketakutan baru yang datang bersama bunga-bunga. 

Tiga tahun lalu, tepat tujuh belas agustus, aku sibuk merapalkan lagu-lagu kemerdekaan. 

Dengar(dengar) hai dengar (hai dengar)
Nyanyian mulia bagimu pahlawan kusuma bangsa
Dengar(dengar) hai dengar (hai dengar)
Seruan mulia seluruh negara memuji dikau
Dengar derap langkah pahlawan, menuju medan perang
Memanggil setiap putera, ikut bela bangsa
Dengar(dengar) hai dengar(hai dengar)
Nyanyian gembira bagimu pahlawan kusuma bangsa...

AUBADE 170812 : PADA PAHLAWAN

Kemudian, hingga tiga tahun setelahnya, tujuh belas agustus selalu datang dengan kerinduan dan kenangan.

Berikan daku harapan, kujadikan pegangan
Bila waktu berpisah tiba, tunaikan tuga negara
Ucapan janji setia, kan kusimpan di dada
Kujadikan permata hati, kan kupersembahkan nanti
Tunaikan tugasmu, do'aku slalu
Menangkan tugasmu, restu sluruh bangsamu
Jauh d imata kau nanti, pergi ke perbatasan
Tapi, slalu dekat di hati, kubangga dikau pahlwan
Tapi, slalu dekat di hati, kubangga dikau pahlwan.

AUBADE 170812 : BERIKAN DAKU HARAPAN
Hari itu, di tengah khidmatnya upacara bendera, terselip tawa di barisan aubade. Perihal bendera yang tetiba terlepas saking semangatnya mengayun lidi. Semoga 'Si Pelaku' masih ingat. 

Dari yakinku teguh
Hati ikhlas kupenuh
Akan karunia-Mu
Tanah air pusaka,
Indonesia Merdeka
Syukur aku sembahkan
Kehadirat-Mu Tuhan.

AUBADE 170812 : SYUKUR

***

Dan Tujuh Belas Agustus hari itu, akan menjadi hal yang kurindukan. Berbanggalah kalian yang menjadi bagian dari setiap upacara bendera, pun rutinitas di senin pagi yang bagi sebagian orang membosankan. Karena akan tiba masanya, kau merindukan setiap detik pengibaran bendera itu :)


Maros, 17 Agustus 2015
nb: pas ngetik ini, soundtracknya Fifteen :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Page of 2025 : Refleksi 10Tahun Bersama Blog-ku Tercintaaaa!!!!!

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Annyeong ayyuhannas! Mari memulai postingan pertama di 2025 ini dengan menyebut nama Allah. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimusshalihat. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Masyaa Allah, Allahumma Bariik. Jujur saja agak speechless dengan judul di atas. Dengan izin Allah 10 tahun lebih dibersamai blog ini, huhuhu terharu :') Suka duka, marah-marah, teriakan gak jelas, puisi, cerpen yang agak alay, sumpah serapah, dan doa-doa pernah kuposting di sini.  Sekira tahun 2012 atau 2013, pertama kali kukenal platform ini: Blogger. Dikenalkan dan diajarkan oleh guru TIK-ku di SMP, Kak Abhe, beberapa kali buat blog, lalu lahirlah blog ini di 2014, terinspirasi dari kakak-kakak FLP CaMar yang waktu itu rata-rata ngepost tulisannya di blog. Lalu di tahun yang sama aku bergabung dengan komunitas blogger pelajar di Maros.  10 tahun bersama, kalau membesarkan anak harusnya sih sudah kelas 4 SD yah. 10 tahun bersama, kalau saja konsisten nge...

Aku layak, Aku berharga.

Aku pernah merasa sakit, lebih tepatnya merasa tersakiti. Aku pernah merasa ditinggalkan, padahal aku sendiri yang mundur dengan jelas. Aku pernah merasa tidak berharga. Pertanyaan-pertanyaan penuh duri berkelindan di kepalaku. Apakah aku setidakberharga itu untuk diperjuangkan? Apakah aku setidaklayak itu untuk mendapatkan cinta yang tulus? Kurangku apa? Salahku dimana? Aku sudah belajar dan mengupayakan banyak hal, termasuk hatiku, tapi apa yang aku dapatkan?  Kemudian aku berpikir, sebenarnya validasi dari siapa yang kutunggu? Aku cukup dan aku berharga.  Aku sangat berarti untuk keluargaku, sahabatku, dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Bagi diriku sendiri. Dan yang paling penting, aku sangaaaaat dicintai oleh Allah, pemilikku. Tempat pulangku. Amma, orang-orang yang dulu membuatmu menangis sesenggukan hanya tidak sanggup melihat cahayamu yang berkilau. Mereka menutup mata dan menghindar. Mereka menyerah dan memilih pergi tanpa menyelam lebih dulu mencari mutiara yan...

Dibuang Sayang~ Part 2

Musim Panen Sepanjang perjalanan diiringi padi yang menguning, tumpukan karung gabah, dan petakan terpal di depan rumah penduduk. Diawasi kanak-kanak dengan sebatang kayu di tangan. Tak lupa dikibarkan kantong plastik di bagian ujungnya, siap untuk mengusir burung yang hendak mematuk, namun lebih sering mengusir ayam yang berdatangan.  Nenekku, seorang petani yang menggarap sawah orang lain. Dan tentu saja masa kecilku juga pernah seperti itu. Dengan alibi menjaga gabah, padahal malah asik main sendiri di bawah pohon, meletakkan kayu pengusir ayam, dan baru beranjak ketika kulihat nenek atau mama keluar mengecek. Setelahnya, gabah-gabah yang dijemur itu akan diolah menjadi beras. Ini bagian yang paling kusukai. Karena di kampungku nyaris tak ada pabrik keliling, maka gabah sekarung dua karung akan dibawa ke pabrik gabah yang tempatnya di ujung kota. Kau harus mendengar suara mesinnya yang nyaring berisik. Melihat bangunannya yang gelap, luas, dan bertingkat papan. Menu...