123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Masihkah kita tega berhura-hura di tengah duka saudara kita?
Menyerbu langit dengan gempita mercun
Tak sadarkah kita bahwa penjuru langit hendak melaknat?
Atas ketamakan membakar rupiah di depan matanya
Sampai hatikah kita bersenandung, berlenggak-lenggok?
Sedang di sana saudara kita dirundung pilu dan derita
Tak tersentuhkah menatap tetes kesedihannya?
Sedikit saja, walau di balik layar kaca
Saudaraku,
Belum lagi pulih Banjarnegara
Masih tersisa pula gemetar dan cemas di Ternate
Lalu, tersentak lagi oleh hilangnya pesawat AirAsia
Dan kini, dengan bangganya ada yang menertawakan langit
Melayangkan serangan, walau berupa petasan
Meniup terompet, berpesta pora
Hei, negeri kita tengah berduka
Anak-anak menangis, menjerit
Jenazah mengapung di lautan sana
Sebagian hilang
Menyisakan tanya,
Dimanakah nuranimu?
Maros, 31122014- 23.35
Sampai hatikah kita bersenandung, berlenggak-lenggok?
Sedang di sana saudara kita dirundung pilu dan derita
Tak tersentuhkah menatap tetes kesedihannya?
Sedikit saja, walau di balik layar kaca
Saudaraku,
Belum lagi pulih Banjarnegara
Masih tersisa pula gemetar dan cemas di Ternate
Lalu, tersentak lagi oleh hilangnya pesawat AirAsia
Dan kini, dengan bangganya ada yang menertawakan langit
Melayangkan serangan, walau berupa petasan
Meniup terompet, berpesta pora
Hei, negeri kita tengah berduka
Anak-anak menangis, menjerit
Jenazah mengapung di lautan sana
Sebagian hilang
Menyisakan tanya,
Dimanakah nuranimu?
Maros, 31122014- 23.35
Komentar
Posting Komentar