123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Semoga kamu adalah orang yang selalu menanyakan dan mengutamakan perasaanku lebih dulu. Semoga kamu selalu bersedia mendengarkan cerita dan dua puluh ribu kata perhariku. Semoga kamu menyayangiku dengan bukti dan tindakan. Semoga kamu bisa mengerti betapa berartinya tidur siang bagi aku yang chefalgia. Semoga kamu adalah orang yang saat pulang kerja selalu bawa hadiah kecil untukku. Semoga kamu selalu bisa memilih makanan yang tepat dan enak saat aku bilang terserah. Semoga kamu selalu jadi paparazzi pribadiku yang selalu take foto dan video candidku dalam pose yang cantik, hahaha... Semoga kamu selalu bersyukur dan memberi ridho atas diriku. Semoga kamu suka melucu untukku dan membuatku tertawa. Semoga kamu orang yang rapih dan disiplin tapi mendisiplinkanku dengan cinta, hehehe. Semoga kamu tak sungkan mengerjakan urusan rumah tangga: mencuci, melipat, menyapu, menyetrika, memasak. Bukan apa-apa, semoga kamu menjadi teladan yang b...