123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
![]() |
| source: idntimes.com |
Ada berapa matahari di semesta ini?
Ada satu yang menerangi
Langit tempatnya
Ada banyak yang menyenangkan
Di taman dan juga di gedung tinggi
Kamu bisa cuci mata, belanja sesukamu
Selagi dompetmu menyanggupi
Bukan
Matahari memang hanya satu
Bagi aku, itu kamu.
Kalau begitu jangan mendekat padaku
Nanti kamu hangus terpanggang
hmm hmmm hmmmm...
***
Landak Baru, 13 Desember 2018

Komentar
Posting Komentar