123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Dua hari yang lalu, aku menantang diriku sendiri untuk menulis di akhir tahun 2018. Judulnya, #26HariMenuju2019Challenge. Karena blog yang Alhamdulillah baru bisa login hari ini, maka biarlah tulisan sejak kamis kemarin menyusul. Yang penting aku tetap menulis, kata kata Iis. Dan, ini adalah beberapa list tema yang diberikan oleh teman-teman di story instagramku.
- Kehidupan
- Buku
- Kucing
- Air Mata
- Cita-cita
- Pagi
- Berdagang
- Matahari
- Kipas Angin
- Sajadah
- Luka
- Gelang
- Cinta Pertama
- Dzikir
- Hadiah
- Palestina
- Kimia
- Rumah
- Doa
- Musik
- Keluarga
- Waktu
- Boomerang
- Piala
- Pertanyaan
- Kematian
Dan, karena hasil voting kemarin lebih banyak yang memilih agar tulisan-tulisan itu kuposting di instagram, maka kuputuskan untuk menuliskannya di sini saja, demi menghidupkan kembali rumah keduaku ini. Rumah yang telah lama kutinggal pergi.
Doaku, semoga kamu istiqamah dan kembali menulis lagi, Am.
Makassar, 08 Desember 2018

Komentar
Posting Komentar