123 hari sejak nenek berpulang, dan aku masih sering menangis. Di pagi dan siang hari saat aku seorang diri di rumah atau malam sebelum tidur. Banyak hal yang mengingatkanku pada nenek. Ingatan tentang hari-hari terakhir beliau, kebaikan-kebaikannya sepanjang hidupku, dan ketabahannya yang ternyata jauh lebih besar dari yang kuduga. Hatiku sedih dan terenyuh di waktu yang sama. Rasanya sesak, tetapi aku tidak punya pilihan lain selain mendoakannya. Bagaimana ini? Aku takut rinduku, air mataku, dan perasaan sedih ini jadi menyusahkan beliau di sana. Aku bukannya tidak ikhlas. Aku hanya rindu.. Rindu yang berakhir dengan air mata dan rasa sedih. Ternyata, kehilangan karena kematian adalah luka yang akan dibawa seumur hidup. Bukan karena kita tidak ikhlas, tetapi karena kesadaran bahwa kita tidak akan bertemu lagi di dunia ini. Bahwa kita tidak bisa memeluknya lebih lama. Bahwa kita mulai lupa aroma tubuhnya. Luka itu besar dan menganga, namun tidak terlihat. Entah seratus, ser...
Sebab kemana lagi kita akan pulang kalau bukan pada rumah yang menjanjikan kehangatan pada tiap dindingnya.
Lalu, kemana lagi kita akan pulang jika dingin menyeruak dimana-mana, dan kita tak punya pilihan lain?
Apa yang kita pikir telah pergi sejatinya masih ada di sini, bersembunyi malu-malu. Kita hanya perlu mengenyahkan ego sedikit saja, dan kelapangan akan memenuhi seluruh jiwa.
Kalau kubilang kembalilah, maukah kau kembali? Kalau kupinta menetaplah, maukah kau menetap?
Jebaal...
Maros, 30Ramadhan1437H
Komentar
Posting Komentar