Menjelma Pemusnah

 Jangan memberi diam pada katakata yang hidup di kepalamu
dan menghempaskannya setelah kau kumpul jadi satu. 


Diam yang panjang serupa pedang, dia bisa mengiris 

hati yang rapuh, belum cukupkah mata menumpah tangis? 
-AIM- 



Ya, jangan pernah sekali-kali. Karena melisankannya adalah obat mujarab yang dapat menenangkan jiwa. Tapi aku berali-kali bertanya pada hatiku sendiri. Apa jadinya jika aku tak tinggal diam tapi kekata itu kuputarbalikkan. Mengabai fakta yang terpendam. Lalu menjadi antagonis! 

Ya, apa gunanya melisankan jika yang terlontar tidak sesuai dengan apa yang ada di kepala dan hatiku? Apa gunanya melisankan jika bukan kesembuhan dan kelegaan yang didapatkan? Apa gunanya melisankan jika hati kecil mengingkari kekata itu? Apa gunanya melisankan jika yang tercipta hanya dusta semata? Apa gunanya melisankan jika harus menjelma tokoh antagonis dalam batin sendiri? Bukankah itu sama saja mengasah dan menusuk diri sendiri dengan sejuta sembilu?

Terkadang saya merasa ada satu goresan yang tercipta ketika berkali-kali berkata "nda papa ji". Ketika harus menyembunyikan embun di bola mata. Dan dengan gamblangnya mengatakan "bukan rezkiku". Ya, terkadang terbesit untuk mendahulukan ego saja, tanpa embel-embel tidak enak pada orang lain. Tapi tetap saja, aku bisa apa? 

Nyatanya tidak ada yang bisa kuperbuat selain berpura-pura tersenyum. Membunuh rangkaian kekata yang siap terjun dari ujung lidah. Berpura-pura bijak sedang batinku memberontak.


Lalu aku bisa apa?
 

Maros, 03 Maret 2015




Komentar

What them read?

Ciee Kak Iis Sweet Seventeen Ciee :P

Dear Lhy-yha^^

Ada yang Lebih Daebak dari KMH ^_^

Masih Tentang Perempuan